Touring Sulawesi Selatan (Part 2-End)




Persinggahan kami di Kota Sinjai tidak begitu lama. Karena mengingat bahwa jalur yang dilalui baru sekitar 50-60% dari keseluruhan jarak tempuh menuju Makassar. Selain itu, waktu sudah sore dan perjalanan menuju kota selanjutnya lumayan “kurang aman” jika dilalui malam hari. Kurang aman karena minimnya lampu penerang di pinggir jalan serta kondisi jalanan yang berbahaya, penuh kelok dan dihiasi dengan bukit dan jurang. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju kota selanjutnya, yaitu bulukumba.


Sebelum bercerita lebih lanjut, apakah pembaca sudah pernah dengar kota bulukumba ? Bulukumba adalah salah satu wilayah destinasi wisata yang ada di Sulawesi selatan dengan wisata andalannya berupa Tanjung Bira, Pantai dengan Pasir Putih dan menghadap langsung ke Pulau Selayar. Selain itu, bulukumba juga merupakan tempat asal dari kapal tertua dan bersejarah yang dimiliki oleh Indonesia, yang dengannya anak-anak Indonesia, khususnya suku Bugis dapat melanglang buana dan berkeliling samudera, Ya apalagi kalau bukan Kapal Pinisi.



Perjalanan ke Bulukumba ternyata tidak kurang dari pemandangan-pemandangan yang indah. Penampakan persawahan terasering yang belum ditanami dan sebagian baru dibajak oleh petani membuat kesan tersendiri dalam perjalanan ini. Tentunya saya dan ci-one menyempatkan diri untuk sejenak singgah menikmati keindahan-keindahan tersebut.



Sesampainya di kota bulukumba, kesan pertama yang kami temukan di tengah kota adalah tugu kapal pinisi yang menjadi ikon dari kota bulukumba. Di sebelah kiri dan kanan kapal bagian depan, tertulis sebuah literature lontara (tulisan bahasa asli daerah) yang tidak kami tahu cara baca dan maksudnya. Tapi tentunya tulisan lontara tersebut menjadikan keunikan tersendiri bagi tugu kapal tersebut.





Tidak afdhal rasanya jika melewati bulukumba tapi tidak menikmati keindahan pantainya. Letak kota bulukumba yang berada di pesisir pulau Sulawesi membuatnya memiliki deretan pantainya yang cukup panjang.

Saya dan ci-one yang awalnya sangat berniat untuk mengunjungi tanjung bira, wisata andalan dari kota pesisir ini, tapi karena waktu yang sudah sore menjelang malam membuat kami menahan diri dan hanya puas menikmati deburan ombak dari pantai pinggir kota bulukumba. Betapa Indahnya melihat gerombolan anak nelayan yang sedang bermain layangan di pinggir pantai, atau melihat anak-anak yang hanya sekedar berlarian dan berkejaran serta melepas tawa dengan teman-temannya. Deretan kapal nelayan pun banyak berbaris di pinggiran pantai.





Setelah puas berfoto ria di pinggir pantai, akhirnya kami melanjutkan kembali perjalanan menuju arah kota selanjutnya. Di tengah perjalanan, kami kembali singgah dan tertarik untuk mengambil sebuah kenangan dengan Tugu 3 pahlawan yang berdiri gagah di pinggir jalan. Hehe.



Selanjutnya adalah kota Bantaeng. Di Kota bantaeng kami tidak singgah sama sekali, mengingat hari yang semakin larut. saat itu, kami target sudah sampai di kota jeneponto ketika matahari benar-benar terbenam.  Namun kami sempat singgah sebentar di pertengahan jalan, karena terlihat panorama sun set yang sangat indah yang dihiasi awan-awan nan elok dipandang dari pantai di pinggir jalan raya. Sayangnya keindahan tersebut tidak bisa kami abadikan karena semua ponsel kamera kami sudah low battery.


Tibalah akhirnya di Kota Jeneponto. Perjalanan yang cukup panjang membuat perut yang sebelumnya telah diisi dengan ikan bakar, ikan goreng dan udang di bone menjadi kosong kembali. Akhirnya, Kurang lebih 10 meter setelah melawati pintu gerbang selamat datang di kota jeneponto, saya dan ci-one memutuskan untuk singgah di warung sate. Tak ada lokasi-lokasi khas yang kami singgahi di Kota jeneponto, kecuali masjid. Hal tersebut dikarenakan sudah tidak ada kamera lagi yang bisa digunakan serta waktu yang sudah malam (matahari sudah terbenam).


Perjalanan pun dilanjutkan hingga sampai di kota takalar dan selanjutnya Gowa. Di tengah perjalanan, saat itu saya sangat terpukau dengan jembatan besar yang berdiri megah untuk dilewati kendaraan sebagai sarana penyeberangan di atas sungai yang cukup luas. Saya kurang tau dimana lokasi pastinya jembatan tersebut, apakah di takalar atau di Gowa. Kekaguman saya yang luar biasa tersebut mungkin diakibatkan saat itu saya belum pernah melihat jembatan sebesar dan semegah itu.


Namun ada yang aneh dengan jembatan tersebut, apakah jembatan yang besar dan gagah yang saya lihat saat itu benar ada atau tidak. Saya juga sudah lupa apakah saat itu saya dalam keadaan sadar atau bermimpi. Karena setelah perjalanan ini, saya menanyakan tentang jembatan tersebut kepada teman-teman saya yang berasal dari bulukumba yang pasti akan melaluinya ketika mudik, namun jawaban mereka cukup aneh karena mereka tidak mengakui adanya jembatan seperti yang saya deskripsikan ke mereka. Rekan seperjalananku pun, Ci-one menganggap jembatan yang dilewati tersebut tidak ada yang megah-megah sekali, biasa-biasa saja. Nah, jujur saya kehilangan sebagian puzzle ingatan terkait jembatan tersebut. Tapi yang saya ingat bahwa saya pernah benar-benar melewati jembatan yang besar dan gagah seperti jembatan-jembatan di eropa dalam perjalanan dari jeneponto ke takalar dan ke Gowa tersebut. Setelah perjalanan ini pun, saya belum mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan kembali ke jalur Gowa dan Takalar sekaligus memastikan keberadaan jembatan megah tersebut. Jika ada dari pembaca yang mengetahui kebenaran eksistensi jembatan tersebut, Mohon bantuannya untuk di share atau diberitahukan kepada Penulis. Biar penulis gak penasaran. Hehehe


Lanjut ke touring. Setelah melewati kota gowa, selanjutnya di tengah perjalanan sebelum masuk ke wilayah sungguminasa, saya dan ci-one menyempatkan diri singgah di pasar malam. Saat di pasar malam itu, saya ingat betul semua orang minggir ketika kami melewati mereka. Saya dan ci-one pun tidak tau kenapa mereka semua menghindar seperti ketakutan ketika kita lewati. Hingga akhirnya, saya melihat tampilan ci-one dan mulai menyadarinya. Memang sih waktu itu, matanya ci-one sudah merah sekali seperti orang mabuk, mungkin mata saya juga. Mungkin saja para pengunjung pasar malam yang menyingkir tersebut mengira bahwa saya dan ci-one adalah preman yang sedang mabuk dan mau buat keributan. Setelah keluar dari kompleks pasar malam, saya dan ci-one pun ketawa terbahak-bahak karena mengingat ketakutan para pengunjung lain di pasar malam tersebut. wkwkwkwk.


Setelah dari pasar malam, perjalanan pun dilanjutkan menuju kota Makassar. Namun kali ini, kecepatan kendaraan kami kurangi karena keadaan jalan yang agak padat dengan mobil dan motor. Perjalanan menuju Makassar ini pun terasa santai dan kurang bersemangat. Mungkin karena kita berdua sudah dalam keadaan lelah sehingga jarang sekali ada pembicaraan. Bahkan sesekali helm saya menubruk helm ci-one karena kondisi saya yang sudah terkantuk-kantuk. Akhirnya tak terasa, kami udah sampai di kontrakanku di Sudiang sekitar jam 10 atau jam 11 malam.


Kelelahan dan Kepuasan telah menjadi satu. Perjalanan panjang yang direncanakan akhirnya telah berhasil dilakukan. Sebuah perjalanan yang mungkin tidak akan terlupakan oleh saya dan ci-one. Dan mungkin juga perjalanan tersebut merupakan sebuah rekor, minimal bagi saya dan ci-one dengan mengelilingi Sulawesi selatan hanya dengan kendaraan Motor beroda dua.


Kini, 21 April 2014, saya dan Ci-one masih sedang melakukan perjalanan namun dengan route yang berbeda untuk menggapai kesuksesan dan impian masing-masing. Saat ini saya sedang berada di Pulau Jawa. Dan ci-one saat ini berada di lautan menjadi seorang pelaut (kayak popeye, wkwkwk). Kabar terakhir, kapalnya bersandar di Pulau Kalimantan. Saya berharap di waktu yang akan datang, saya dan ci-one serta semua teman-teman SMA yang lain dapat melakukan touring bareng kembali. Amiiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reflexion Time : Setelah Setahun Bekerja

Goes To Bali & Lombok | It's Started

Touring Sulawesi Selatan (Part 1)