Mencapai Kebahagiaan
“Sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”, terdengar sebuah ungkapan
bijak dari dosenku di kelas. Keseriusan dan kejenuhan yang awalnya memenuhi
benakku, setelah mendengar kalimat ini, otakku secara spontan tertarik untuk
lebih memikirkan kalimat itu.
Dalam
pencarianku di mbah Google, ternyata kalimat ini merupakan kalimat yang dikutip
dari salah satu hadits nabiullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Thabrani
dan Daruquthni. Bunyinya : Diriwayatkan
dari Jabir berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah
dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik
manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan
Daruquthni).
Dari kalimat
itu, saya kembali teringat tentang “kebahagiaan”. Menurut beberapa filosof
yunani bahwa
tujuan manusia hidup itu untuk mencapai sesuatu yang disebut
dengan kebahagiaan. Beragam hasil pemikiran yang diperoleh oleh para filosof.
Ada yang berpikir bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia harus menjalani
hidupnya dengan senang-senang yang sering selanjutnya dikenal dengan hedonism.
Ada juga yang berpikir bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia harus
menjalani hidupnya dengan sesederhana dan bersahaja. Dan masih banyak
pemikiran-pemikiran lain.
Saya pun
teringat diskusi dengan beberapa teman yang dulu pernah ku lakukan. Dimana
diskusi itu menyimpulkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan, salah satu kuncinya
adalah syukur dalam artian menggunakan dengan sebaik-baiknya segala nikmat yang
diberikan Allah.
Hari ini,
saya memikirkan bahwa menjadi pribadi yang selalu bermanfaat bagi orang lain
merupakan salah satu metode utama lainnya untuk mencapai kebahagiaan. Dengan
menjadi bermanfaat bagi orang lain dengan selalu membuat orang sekitar bahagia
maka kita secara otomatis akan bahagia.
Dalam buku
“Buddha” karya Deepak Chopra, diceritakan bahwa Siddharta Gautama akhirnya
memperoleh pencerahan lalu kemudian
menjadi Buddha. Setelah menjadi Buddha, ia tidak lagi ber-samadhi dan bermeditasi tanpa aksi sebagaimana yang dulu ia pernah
lakukan selama beberapa tahun, tapi dia berkeliling dunia untuk menyebarkan
sinarnya, membantu semua orang yang ditemuinya terlepas dari penderitaan dan
mencapai kebahagiaan. Dari buku itu, saya mengambil sebuah pemahaman, bahwa
untuk terlepas dari penderitaan atau mencapai kebahagiaan adalah dengan cara melakukan
hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain.
Lalu
bagaimana cara kita untuk membuat orang lain bahagia. Nah disini lah intinya.
Cara untuk menentukan sikap sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain adalah
hal yang sangat penting. Dalam suatu kasus, ketika ada konflik antara dua
pihak, kita sebagai pihak ketiga harus menentukan sikap terbaik dalam menengahi
keduanya. Sikap dalam menengahi ini dapat dalam bentuk nyata secara langsung
menengahi alias melalui aksi ikut campur dalam konflik, dan juga dapat dengan
sikap tidak mengambil aksi apapun dan cukup melihat dan menunggu, atau mungkin
ada sikap lain. Nah, kepandaian menentukan sikap ini saya sebut dengan
kebijaksanaan.
Kebijaksanaan
merupakan sebuah sikap yang hampir diidealkan oleh semua kalangan di dunia ini.
sebuah sikap bijaksana merupakan sikap terbaik yang dimiliki seseorang dalam
berinteraksi dan menghadapi apapun. Dengan kebijaksanaan kita dapat
memanusiakan diri kita. Dengan bijaksana, kita pasti dapat membuat orang di
sekitar kita bahagia.
Mungkin beragam kesimpulan yang
diambil olehmu setelah membaca ini. itu adalak hak mu. Sedangkan pilihanku
adalah menjadi bermanfaat mulai sekarang dan mulai dari hal-hal di sekitarku.
Karena menjadi bijaksana adalah sebuah proses yang tidak bisa begitu saja
terjadi dan membutuhkan waktu. Ketika menunggu bijaksana baru bermanfaat,
pertanyaannya adalah kapan saat dimana seseorang benar-benar bijaksana. Dengan
mulai melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, maka secara otomatis
ia telah menjalani tahapan-tahapan untuk mencapai kebijaksanaan.
Komentar
Posting Komentar