Goes To Bali & Lombok | 3rd Day (Part 2)



Saya mendarat di pelabuhan bangsal jam 14.30 WITA. Setelah mendarat, saya segera menuju tempat dimana motor saya terparkir. Kemudian segera saya keluarkan earphone dan hape untuk memulai navigasi GPS via google map menuju destinasi saya selanjutnya, yaitu Tiu Kelep Waterfall. Namun ternyata tidak ada sinyal internet 3 di pelabuhan bangsal ini, sehingga saya tidak bisa mengakses navigasi menuju destinasi saya selanjutnya. Namun karena niat saya sudah bulat harus ke Tiu kelep Waterfall, akhirnya saya memutuskan tetap melaju meskipun tanpa navigasi GPS.

Rute Pelabuhan Bangsal menuju Tiu Kelep Waterfall
Perjalanan menuju Tiu Kelep Waterfall saya lalui dengan kecepatan tinggi. Mengingat waktuku sangat terbatas dan jarak dari pelabuhan bangsal menuju lokasi Tiu kelep Waterfall sangat lah jauh menurut versi orang lokal yang saya tanyai. Ternyata, perjalanan menuju tiu kelep ini benar-benar lumayan jauh. Selama perjalanan, Keindahan pantai lombok barat pun tak pernah bosan menghiburku di kiri jalan. Sesekali saya berhenti untuk bertanya arah ke penduduk lokal sembari mengecheck hape dengan harapan sinyal internetnya telah tersedia. Akhirnya jam 16.00 WITA saya dapat sampai di lokasi Tiu Kelep Waterfall dan sekaligus lokasi Sendang Gile Waterfall hanya dengan modal bertanya tanpa bantuan navigasi GPS.


Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari internet, lintasan yang harus saya lalui menuju lokasi air terjun merupakan jalur pendakian menggunakan tangga. Karena mengetahui hal tersebut, saya segera menuju warung dan membeli aqua botol. Tujuanku sebenarnya adalah menitipkan tas ku. Hehe. Untuk lebih memastikan keamanannya, saya menjanjikan kepada pemilik warung akan membeli makanannya setelah kembali dari air terjun. Dengan demikian, tanpa merasa khawatir saya segera berlarian kecil menuju gerbang pintu masuk wisata air terjun ini. Untuk memasuki tempat wisata ini, saya harus merogoh kocek sebesar Rp 5.000,-. Harga tersebut menurutku terlalu murah dan tak sebanding dengan keindahan yang dihidangkan oleh air terjun yang ada di lokasi wisata ini.
Welcome To Sendang Gile dan Tiu kelep waterfall
Tiu Kelep Waterfall adalah air terjun yang berada di kaki Gunung Rinjani. Pintu gerbang wisata Air terjun ini tepat berada di wilayah senaru, jalur pendakian ke puncak Gunung Rinjani. Perjalanan yang harus ditempuh menuju lokasi air terjun berupa deretan anak tangga yang cukup bergelombang, namun cenderung menuju ke bawah. Dalam perjalanan menuju air terjun, saya bertemu dengan banyak pengunjung yang sedang beristirahat di pinggir anak tangga sembari mengumpulkan tenaga untuk menaiki tangga menuju pintu gerbang. Meskipun dengan raut wajah penuh kelelahan, terpancar jelas kebahagiaan dalam senyum mereka setelah menikmati keindahan air terjun yang ada di kaki gunung rinnjani ini. Mereka pun menyemangati saya dan pengunjung yang baru datang bahwa lokasi air terjun sudah semakin dekat. Tangga demi tangga pun saya lalui dengan penuh semangat dan tanpa henti. Saya tidak mau hanya sebentar menikmati wisata air terjun yang terkenal di dunia maya akan keindahannya ini. Semakin cepat saya sampai di lokasi air terjun, akan semakin lama saya bisa menikmati air terjunnya.

Sekitar 7 menit, akhirnya saya sampai ke pertigaan yang memisahkan jalur menuju Sendang Gile Waterfall dan Tiu Kelep waterfall. Suara gemuruh air terjun sendang gile terdengar jelas, bahkan air terjunnya pun sudah sedikit terlihat meskipun tertutupi oleh pepohonan dan dedaunan yang sangat lebat. Sebelum melangkah menuju Sendang Gile Waterfall yang hanya berjarak 50 meter lagi, saya teringat referensi teman saya yang asal lombok bahwa Tiu Kelep berkali-kali lipat lebih indah daripada Sendang Gile dan sangat direferensikan untuk dikunjungi. Mengingat hari yang semakin sore, saya memutuskan untuk ke Tiu Kelep Waterfall terlebih dahulu. Baru sesaat melangkah ke arah kanan dan melakukan pendakian dengan tangga menuju Tiu Kelep, saya bertemu dengan sepasang bule yang nampak kebahagiaan menghiasi wajahnya. Saya pun bertanya ke mereka masih seberapa jauh perjalanan menuju Tiu kelep waterfall. Mereka pun menjelaskan (with english pastinya) bahwa jaraknya sekitar 15 menit perjalanan dan harus menyeberangi sungai setinggi lutut. Kemudian dengan semangat, pasangan yang cewek meyakinkan ke saya bahwa Tiu Kelep waterfall berkali-kali lipat lebih indah dan lebih besar daripada Sendang Gile dan saya pasti tidak akan menyesal dan akan menikmatinya meskipun perjalanannya cukup jauh. Mendengar hal itu, tanpa pikir panjang lagi saya segera melangkahkan kaki menuju Tiu Kelep Waterfall setelah berterima kasih kepada pasangan tersebut.

Perjalanan ke Tiu Kelep Waterfall saya lalui sendirian. Pepohonan besar dan kondisi sunyi menyadarkan saya bahwa kini saya sedang berada di tengah hutan. Terdapat kanal buatan di sepanjang jalan dan bendungan untuk pengaturan pengairan. Tidak ada tiang dan kabel listrik serta lampu penerangan di sepanjang jalan yang menunjukkan bahwa lokasi ini akan menjadi sangat gelap di malam hari. Meskipun sedikit takut karena sendirian, namun semangat dan impianku untuk segera sampai di Tiu Kelep membuatku mengabaikan rasa takutku. Selang beberapa menit, saya kembali bersalipan dengan rombongan pengunjung yang sambil bercanda ria sepulang dari Tiu Kelep Waterfall. Sesampainya di sungai kecil, saya kembali berpapasan dengan rombongan bule yang juga bercanda ria menyeberangi sungai tersebut. Saya pun segera menyeberang dan melanjutkan perjalanan. Jalur tangga kini sudah hilang, namun terdapat jalan setapak bekas dilalui oleh pengunjung dengan lebar sekitar 40 cm yang terlihat dengan jelas. Saya mengikuti jalur tersebut. Semakin lama perjalanan, nuansa hutan semakin terasa. Akhirnya suara gemuruh air terjun terdengar semakin jelas. Saya semakin bersemangat dan bergegas. Finally, tiba lah saya di Tiu kelep waterfall. Subhanallah, betapa indahnya air terjun ini. Saya pun segera menyiapkan hape dan tongsis untuk berfoto dan mengambil gambar dari keindahan ini.


Tiu Kelep Waterfall



Ketika saya tiba di lokasi Ar terjun Tiu Kelep, saya masih bertemu dengan beberapa pengunjung. Namun sebagian besar dari mereka sudah mulai berkemas dan berencana meninggalkan lokasi ini. Sempat sedikit khawatir, ntar gimana kalo tinggal saya aja sendirian di air terjun ini dan terjadi sesuatu. Namun alhamdulillah, tiba-tiba di belakangku datang rombongan 2 keluarga kecil bersama 1 guide nya yang menghilangkan kekhawatiranku dengan seketika. Rombongan tersebut ternyata merupakan 2 rombongan yang berbeda, 1 rombongan merupakan rombongan dari surabaya yang baru saja tiba setelah 2 hari berlibur di Gili Terawangan dan 1 nya lagi merupakan rombongan dari lombok barat yang setahun sekali pasti berkunjung ke tiu kelep ini saat liburan. Saya pun segera melepas pakaian dan menuju kolam yang ada di kaki air terjun. Subhanallah kolam air terjun ini sangat jernih. Bebatuan yang ada di dasar kolam pun terlihat sangat jelas. Air yang sangat jernih dan segar ditambah dengan percikan-percikan air terjun serta dihiasi dengan landscape air terjun yang gagah perkasa menciptakan sensasi yang luar biasa. Saya belum pernah melihat air terjun seindah ini. Tanpa bosan saya menyelamkan diri dan berenang di dalam air. Kesegaran airnya dan dengan sepaket keindahannya membuat semua rasa letih sepanjang perjalananku dari kudus hingga ke tempat ini telah terbayar lunas. I’m Falling in Love with Waterfall.

Tidak ada beban, tidak ada letih, tidak ada kekecewaan. Sore ini yang saya rasakan adalah kebahagiaan. Saya hanya ingin menikmatinya dan tidak ingin meninggalkannya. Badanku masih tetap di dalam air dan serasa tak ingin keluar dari kolam air terjun. Sesekali saya ke tepian kolam, kemudian menyandarkan kepala ke bebatuan sembari memandang ke atas menikmati air yang terjun bebas dari atas sehingga menciptakan landscape air terjun yang luar biasa. Subhanallah, Subhanallah dan Subhanallah. Air terjun ini sangat indah dan luar biasa.

Mungkin sekitar setengah jam saya tidak beranjak sama sekali dari dalam kolam air terjun. Saya sangat betah berendam dan sangat menikmatinya. Saya keluar dari kolam karena diajak oleh beberapa pengunjung untuk menuju Gua yang ada di sisi kiri air terjun waterfall. saya pikir mengapa tidak, ini adalah kesempatan saya datang ke waterfall ini dan mungkin tidak akan terulang kembali, oleh karena itu saya pun mengikuti beberapa pengunjung tersebut untuk menikmati sisi-sisi lain dari air terjun ini. Menuju ke gua yang dimaksud, saya harus berjalan secara hati-hati di pinggiran kolam. Karena jika salah injak sedikit, saya bisa terpeleset atau pun tenggelam karena kolamnya cukup dalam. Sesampainya di tujuan, menurut saya tempat ini bukanlah Gua karena tidak ada lubang atau pun semacamnya yang merupakan ciri dari Gua. Bentuknya hanya berupa cekungan ke dalam yang berada di tebing sisi kiri air terjun dan bawahnya dipenuhi dengan lumut. Cekungan tersebut membuat saya terlindungi dari air terjun yang datang secara langsung dari atas, namun tidak dapat menghindarkanku dari percikan air yang disebabkan pertemuan antara air yang jatuh dari atas dan air kolam yang tergenang serta bebatuan tebing. Bahkan percikan yang ada di Cekungan ini menurutku sensasinya sangat luar biasa, berkali-kali lipat sensasinya dibandingkan saat saya menikmati percikan ini dari dalam kolam. Selain itu, dari dalam cekungan ini saya tidak bisa melihat keluar dengan jelas karena tertutupi oleh derasnya air terjun yang turun dari atas. Beberapa kali teriakan pun saya gemakan untuk melepaskan semua rasa letih dan beban hidup (hahaha beban hidup) serta meluapkan rasa bahagia yang luar biasa ini. Setelah puas, saya kembali ke kolam dan berendam kembali.

Saya sebenarnya masih ingin berendam dan menikmati keindahan ini, namun melihat rombongan keluarga yang tadi hampir bersamaan denganku sampai di air terjun ini sedang mengeringkan badan dan bergegas siap kembali, saya pun memutuskan untuk ikutan mengeringkan badan dan bergegas (hehe daripada sendirian di air terjun ini, ngeri juga). Setelah mengeringkan badan dan memakai jaket, saya meminta tolong kepada salah satu anak dari rombongan tersebut untuk memotretku berlatarkan air terjun tiu kelep menggunakan blackberryku. setelah beberapa kali potretan, saya pun mengambil kembali blackberryku dan berterima kasih kepada si anak tersebut. Setelah selesai bergegas,  rombongan tersebut segera meninggalkan lokasi air terjun ini. saya pun ikut melangkahkan kaki meninggalkan air terjun ini, namun kakiku kembali tertahan. Saya pikir mungkin saja saya tidak akan ke tempat ini lagi sehingga saya balikkan badan dan melihat air terjun ini sekali lagi dan mulai memotret. Setelah beberapa kali memotret saya memutuskan untuk segera kembali juga, mengingat hari semakin gelap.


Sempat melihat sekeliling, saya baru tersadar ternyata saat ini saya sedang sendirian di air terjun ini dan merupakan orang terahir di tempat ini. Dengan sedikit rasa takut karena sendirian di tengah hutan saya melangkahkan kaki sambil berlari kecil meninggalkan air terjun ini. Baru beberapa puluh meter, saya berpapasan kembali dengan pengunjung yang akan menuju Tiu Kelep Waterfall. Alhamdulillah masih ada orang ternyata. Saya  gembira karena masih ada orang di hutan ini, tapi gila juga ni pengunjung, udah hampir jam 18.00 WITA tapi mereka tetap ke waterfall yang ada di tengah hutan ini. perjalanan pun terasa cukup cepat namun mencekam, karena saya tidak berpapasan lagi dengan pengunjung lain.

Akhirnya saya tiba kembali di pertigaan yang memisahkan jalur menuju Tiu Kelep dan jalur menuju Sendang Gile. Di pertigaan ini, untuk memuaskan rasa ingin tahuku, saya memutuskan untuk melangkahkan kaki menuju sendang Gile Waterfall yang jaraknya sekitar 50 meter dari pertigaan ini. sesampainya di lokasi air terjun ini saya melihat beberapa penjual makanan ringan dan pengunjung yang sedang bergegas untuk kembali. Sendang gile waterfall ini pun terbilang indah dengan 1 aliran air besar yg turun dari atas tebing. Namun karena sebelumnya saya sudah melihat Tiu kelep waterfall yang berkali-kali lipat lebih indah, sehingga saya tidak terlalu terpesona dengan keindahan Sendang Gile waterfall ini. setelah mengambil foto dari air terjun ini, saya kembali melangkahkan kaki dan berlari kecil untuk keluar dari lokasi wisata ini.
Sendang Gile Waterfall

Hujan rintik-rintik menemani perjalananku. Perjalanan keluar dari lokasi wisata ini seperti sebelumnya merupakan deretan anak tangga namun jalurnya cenderung pendakian ke atas. Sesekali saya berpapasan dengan rombongan pengunjung yang sedang beristirahat untuk mengumpulkan tenaga sebelum melanjutkan perjalanan. Rasa letih di kaki dan betisku pun mulai terasa. Namun setelah saya mengambil posisi ruku’ seperti dalam ibadah shalat, tenagaku kembali pulih dan saya kembali melanjutkan perjalanan. Jam 18.05 WITA, saya akhirnya sampai di pintu gerbang wisata sendang gile dan tiu kelep waterfall. kondisi pintu gerbang ini pun sudah sangat sepi tanpa penjaga. Saya pun segera menuju warung, tempat saya menitipkan tas. Karena kondisi letih dan sedikit lapar, saya pun sekalian memesan sepiring nasi dengan paketan lauk pauknya untuk disantap dan memulihkan tenaga.

Kondisi langit semakin gelap dan hujan semakin deras. Alhamdulillah, saya bisa sampai kembali ke atas tanpa hambatan. Sepiring makanan dan secangkir teh hangat pun saya nikmati dengan penuh syukur. Seusai makan, saya melakukan packing barang dan menyiapkan jas hujan. Setelah packing, saya tertarik melihat anak-anak kecil yang sedang tertawa keras sembari bermain domino di pondok sejenis pendopo kecil dekat parkiran motor. Saya pun memutuskan untuk melihat mereka bermain domino terlebih dahulu sekaligus beristirahat sebentar di pendopo tersebut sebelum melanjutkan perjalanan menuju kota mataram. Tawa dan candaan mereka yang tulus cukup menghiburku. Setelah beberapa menit suara adzan magrib terdengar berkumandang, saya pun memutuskan untuk segera naik ke atas motor dan memulai perjalanan menuju kota mataram.
Rute Tiu Kelep menuju Kota Mataram

Perjalanan menuju kota mataram dari desa senaru ini terbilang cukup berkesan. Kondisi jalanan yang saya lalui cukup sepi dan semakin gelap sedangkan kondisi lampu motorku kurang terang sehingga jalanan kurang nampak jelas. Hujan pun semakin deras tanpa ampun membuatku harus lebih berhati-hati agar dapat selamat sampai tujuan. Tiba-tiba di pertengahan jalan motorku mati karena kehabisan bensin. Sebelumnya saya sudah berencana mengisi bensin di pom, namun ternyata pom bensin yang saya lalui dalam perjalanan sudah pada tutup. Sepertinya mereka hanya beroperasi di siang hari. Terpaksalah saya mendorong motor menuju toko penjualan bensin terdekat. Setelah berjalan sekitar 500 meter, Alhamdulillah akhirnya saya mendapatkan toko yang berjualan bensin (orang lombok menyebutnya “minyak”). Setelah membeli bensin, saya segera melanjutkan perjalanan. Namun kekhawatiran muncul kembali di benakku melihat jalanan yang begitu gelap dan sepi serta jarak antar rumah yang cukup jauh. Bagaimana jika bensinku habis lagi di pertengahan jalan, dan saya tidak menemukan pom bensin yang beroperasi sama sekali dalam perjalanan. Daripada terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, saya memutuskan untuk singgah kembali membeli bensin sebanyak 2 botol.

Kondisi semakin gelap, saya pun sedikit ragu apakah ini benar jalan menuju kota mataram. sinyal tri pun di tempat ini tidak tersedia sehingga saya  tidak bisa mengandalkan google map. Meskipun demikian, tetap saja saya tarik gas motor dan melaju tanpa berhenti. Akhirnya saya tiba di pertigaan yang memisahkan jalur ke kota mataram melalui pantai senggigi dan jalur yang melalui pegunungan. Saya memutuskan untuk belok kiri dan menuju kota mataram melalui jalur pegunungan. Baru berjalan sekitar 3km, saya perhatikan kondisi rumah di kiri dan kanan jalan sangat gelap. Karena khawatir salah jalan, saya singgah di toko yang nampak samar berjualan bensin dengan mengandalkan penerangan dari cahaya lilin. Saya pun bertanya dan memastikan ke mereka bahwa ini adalah jalur yang benar menuju kota mataram. Mereka pun membenarkan ini adalah jalur yang tepat menuju ke Kota mataram, dan mereka menjelaskan bahwa kondisi rumah-rumah penduduk gelap dikarenakan ada pemadaman listrik. Mereka pun menjelaskan bahwa saya harus berhati-hati jika hendak melalui jalur pegunungan karena sering terjadi longsor dan tanpa lampu penerangan. Dengan sedikit was-was, saya pun tetap melalui jalur pegunungan menuju kota mataram. saya jadi teringat jalur camba yang menghubungkan maros dan bone di sulawesi selatan. Jalanannya penuh dengan kelokan-kelokan tajam dan gelapnya gelap. Hanya ada lampu motor yang saya andalkan. Sesekali saya pun berpapasan dengan deretan mobil dan motor yang sedang melaju berlawanan arah dengan saya. Sembari banyak bershalawat dan membaca ayat-ayat yang hafal, saya tetap melaju motor saya tanpa henti. Alhamdulillah, akhirnya saya mendapatkan mobil yang sedang melalui jalur pegunungan ini dan searah dengan saya menuju kota mataram. Saya pun mengekori mobil itu terus dengan harapan mendapatkan pencahayaan yang lebih dan dapat keluar dengan selamat dari jalanan yang penuh kelokan berbahaya ini.

Setibanya di kota mataram, ungkapan rasa syukurku tiada henti kuucapkan. Saya akhirnya selamat dari jalan pegunungan yang cukup menyeramkan itu. Hehe. Hujan pun ternyata masih deras mengguyur kota mataram ini. Pakaian yang saya kenakan pun terasa dingin dan agak berat karena sudah sangat basah. saya pun segera mencari pom bensin yang memiliki toilet dan mushola untuk berganti pakaian dan melaksanakan shalat. Setelah berganti pakaian, saya berlindung di mushola sembari menunggu hujan semakin reda. Google map pun saya aktifkan kembali. Melihat hujan yang semakin rintik dan sudah tidak deras seperti sebelumnya, saya melanjutkan perjalanan menuju hotel international. Tanpa hambatan, akhirnya saya bisa sampai di hotel internasional dengan selamat untuk mengembalikan motor sewaan.

Rencana selanjutnya adalah menuju pelabuhan lembar untuk mendapatkan kapal penyeberangan menuju pulau bali. Jam menunjukkan 22.30 WITA, namun hujan tak kunjung reda malah semakin deras. Awalnya saya ditawarkan jasa ojek motor ke pelabuhan lembar oleh pihak hotel seharga Rp 50.000,-,  namun melihat kondisi hujan yang semakin deras saya memilih untuk menggunakan taxi saja. Saya pun segera browsing mencari info jasa taxi yang ada di kota mataram dan Bluebird menjadi pilihanku. Tidak sampai 3 menit setelah menelpon pihak bluebird, akhirnya taxi yang saya nantikan tiba di depan hotel. Perjalanan menuju pelabuhan lembar pun berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Argo taxi menunjukkan angka 85.000 ketika sampai di pelabuhan lembar.

Sesampainya di pelabuhan lembar, saya pun langsung disambut oleh penjual tiket kapal penyeberangan yang ternyata merupakan supir truk yang juga akan menyeberang menuju pelabuhan lombok. Saya tidak tahun penjualan tiket oleh supir truk ini legal atau tidak, namun karena harga yang ditawarkan adalah harga normal yaitu Rp 45.000,- maka tanpa ragu, saya pun membeli tiket dari supir truk tersebut. Dia pun secara inisiatif mengantarkanku ke dermaga sembari menawarkan kepadaku untuk ikut truknya yang ternyata juga menuju semarang, tentunya dengan biaya yg lebih murah dari harga normal. Sedikit tertarik dengan penawaran tersebut, saya pun menanyakan kira-kira kapan sampai di semarang. Mereka pun menjelaskan bahwa kemungkinan jika lancar akan sampai di semarang selasa sore. Mendengar hal tersebut, saya pun mengurungkan niat untuk menerima penawaran mereka mengingat targetku senin pagi saya harus sudah sampai di kudus karena harus sudah masuk kantor.
pemandangan interior kapal dari kursi di atas kapal penyeberangan

Setibanya di dermaga, saya segera naik ke atas kapal yang sedang bersandar. Saya pun naik ke lantai dua dan memilih kursi yang cukup panjang dan menghadap ke TV yang ada di ruang utama kapal penyeberangan. Saya pun langsung mengambil posisi berbaring berbantalkan tas sembari menghadap ke TV. Banyak pedagang yang berjualan kopi, mie dan nasi, namun saya mengabaikannya. Rasa kantuk dan letih tanpa ampun menghampiriku. Saya pun semakin terlelap dan tertidur nyenyak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reflexion Time : Setelah Setahun Bekerja

Goes To Bali & Lombok | It's Started

Touring Sulawesi Selatan (Part 1)