Tidak Ada Yang Terjadi Secara Kebetulan



sumber : http://yusupesuy.files.wordpress.com/2012/06/kebetulan.jpg
Salah satu prinsip yang saya pegang teguh adalah “tidak ada yang terjadi secara kebetulan”. Secara filosofis, orang yang memegang prisip ini adalah orang fatalis yang menganut paham fatalisme. Paham fatalisme kurang lebih memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi itu, memang sudah seharusnya terjadi. Tidak ada faktor apapun yang dapat mengubahnya sehingga hal itu bisa berubah dan bergeser dari semula. Namun pemahaman saya terhadap prinsip yang saya pegang teguh karena berdasarkan pengalaman dan perjalanan hidup yang saya jalani ini sangat berbeda jauh dengan fatalisme.
“Tidak ada yang terjadi secara kebetulan” merupakan sebuah ikrar yang memproklamirkan bahwa
segala sesuatu yang telah dan akan terjadi tidak akan lepas dari pengaruh perencanaan dan aksi sebelumnya. Selain itu juga memproklamirkan bahwa Segala apapun yang terjadi sudah direncanakan oleh Tuhan. Bukanlah sebuah kebetulan saya saat ini melakukan studi di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Bukanlah sebuah kebetulan juga bahwa anda sedang membaca artikel saya saat ini. Peristiwa atau event ini terjadi karena sebelumnya ada rencana atau pun aksi yang dilakukan sebelum hal ini terjadi. Jika mau berbicara lebih fundamental, bukanlah sebuah kebetulan bahwa saya terlahir di desa Mahahe, Kec Tobadak Kab. Mamuju Sulawesi Barat. Bukanlah kebetulan bahwa saya menjadi anak pertama dari pasangan Burhanuddin dan Sumila. Dan Bukanlah sebuah kebetulaan saya terlahir di keluarga yang beragama Islam. Saya menganggap semuanya itu bukanlah sebuah kebetulan. Memang benar saya tidak pernah merencanakan bahwa saya lahir di Mahahe dan menjadi anak pertama dari pasangan yang tampan dan jelita. Saya sama sekali tidak merencanakannya. Namun berdasarkan keyakinanku semua hal itu terjadi karena telah direncanakan oleh Tuhan sang Maha Perencana.
Tuhanlah yang merencanakan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Namun perlu diingat bahwa dalam rencana-rencana tersebut, ada rencana yang memang benar-benar merupakan perencanaan Tuhan secara utuh dan ada juga rencana yang tidak sepenuhnya upaya Tuhan melainkan juga melibatkan manusia sebagai subyeknya. Dalam kitab suci Al-Quran pun kita temukan dua penggunaan kata ganti yang merepresentasikan Tuhan, yaitu Aku (Ana dhomir) dan Kami (Nahnu). Ketika menggunakan kata ganti “Aku” maka itu berarti Tuhanlah yang melakukannya sendiri secara utuh tanpa melibatkan manusia dan makhluk lainnya. Contohnya dalam rencana penciptaan manusia yang disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 30, dimana Tuhan Berfirman menggunakan kata ganti “Aku” (dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat. “Aku hendak menjadikan Khalifah di Bumi”…). Sedangkan ketika menggunakan kata Ganti “Kami”, maka itu berarti dalam perencanaan dan pelaksanaannya, Tuhan melibatkan manusia dan makhluk lainnya.  Contohnya dalam surat Al-Kautsar ayat 1, dimana Tuhan Berfirman menggunakan kata ganti “Kami” (sungguh,kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak). Dalam ayat tersebut menggunakan kata ganti “Kami” dengan artian bahwa nikmat yang diberikan oleh Allah itu juga termasuk nikmat yang melalui perantara orang dan makhluk di sekitar Nabi Muhammad, seperti kasih sayang Khadijah, Perlindungan dari Paman Abu Thalib, kecintaan dan kesetiaan para sahabat beliau, dsb.
Nah salah satu perencanaan Tuhan yang melibatkan keterlibatan manusia adalah dalam upaya mengubah keadaan atau nasib. Ayat fenomenal yang sering digunakan untuk menjelaskan hal ini dalam al-Quran adalah Ayat ke-11 dalam surat Ar-Ra’d (… sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri …). Ayat ini secara gamblang menjelaskan keterlibatan manusia dalam mengubah keadaan dirinya saat ini dan di masa depan. Apa pun keadaanmu hari ini merupakan hasil dari apa yang kamu rencanakan dan kamu lakukan sebelumnya, begitu pun dengan keadaanmu di masa depan akan sangat tergantung dari apa yang kamu rencanakan dan lakukan hari ini.
Namun terkadang, sesuatu yang kita rencanakan tidak berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Fakta tidak selalu sesuai dengan yang kita harapkan. Kita merencanakan kuliah di Universitas Negeri, namun akhirnya kita malah kuliah di Universitas Swasta. Peristiwa tersebut merupakan sebuah tanda bahwa kita sebagai manusia tidaklah sempurna. Kita bukanlah perencana yang sempurna. Menyadari hal tersebut merupakan langkah awal untuk menempatkan posisi Tuhan sebagai perencana yang Maha Sempurna dan yang paling Utama dalam semua rencana-rencana kita. Dengan menempatkan posisi Tuhan di tempat yang seharusnya dalam perencanaan kita, maka apapun hasil yang akan kita peroleh tidak akan membuat kita kecewa. Apapun yang terjadi akan dianggap sebagai sesuatu yang terbaik yang memang selayaknya terjadi. Hasil tersebut bukanlah dijadikan sebagai momentum penyesalan namun sebaliknya, hasil tersebut dijadikan momentum untuk menemukan hikmah dan pelajaran serta dipergunakan seoptimal mungkin. Tanpa menempatkan Tuhan dalam posisi yang selayaknya maka ketidaksesuaian hasil dengan yang kita rencanakan tersebut akan menjadi hal negatif yang akan menghambat langkah kita selanjutnya.
Ingatlah, tugas kita hanyalah merencanakan dan berusaha, urusan hasil biarlah Tuhan yang mengurusnya. Saya sangat percaya Tuhan akan memberikan kita yang terbaik dan pantas atas segala jerih payah yang kita lakukan. Tuhan itu Maha Adil, tidaklah mungkin Tuhan tidak membalas perbuatan dan usaha yang kita lakukan. Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik untuk kita. Jikalau kita diberikan sebuah hasil yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan, tetaplah itu merupakan hal yang terbaik untuk kita. Sesuatu itu akan menjadi tetap baik atau malah menjadi hal yang buruk bagi kita, akan sangat bergantung dari cara sikap kita menyikapi hasil tersebut. Jika kita menyikapinya secara negatif, maka hasil tersebut akan menjadi hal buruk bagi kita. Jika kita menyikapinya secara positif, maka hasil tersebut akan memberikan keuntungan dan menjadikan kita yang terbaik.
Jadi, sekarang tugas kita adalah merencanakan dan berusaha seoptimal mungkin untuk berhasil mencapai apa yang kita impikan dan sukses di masa depan. Orang yang benar-benar merencanakan dan berusaha dengan keras saja belum tentu sukses apalagi orang yang sama sekali tidak berusaha, sangatlah besar kemungkinannya untuk tidak sukses. Apapun hasilnya, yakinlah bahwa itulah yang pantas dan selayaknya kita terima serta patut kita syukuri karena tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Wallahu A’lam Bisshawab

Komentar

  1. Terimakasih artikelny, O ya bisakah sharing? lewat komen dpt balasan cepat ndak?

    BalasHapus
  2. Bisa minta info nomor telpon? saya pingin sharing langsung. Terimakasih.

    BalasHapus
  3. Siapa yg adil ..dia ciptakan sesukany dan ciptakan kejahatan memasukkan neraka buat yg jahat
    Allah menciptakan manusia dan perbuatannya
    Jd Allah sewenang wenang
    Semau dia karna dia tuhan

    Allah bohong pengasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Namun semua memang karena skenario-NYA, karena Dia MAHA TAHU, maka yakinlah semua yang terjadi merupakan hal yang SEBAIK-BAIKNYA untuk hambaNYA.
      (QS. At Tiin:4)

      Cth :
      Si a mati terbunuh tertulis di lauh mahfud atas tangan si b
      Si a sudah takdir ajalny sampai sebab si b
      Lalu si b dicari polisi dan didor dan ajalny sampai tapi si a dan si b sdh ketentuan Allah garis takdirnya
      Jd si b bisa masuk neraka dan si a bisa surga
      Siapa yg nentukan ya Allah
      Jd dlm perut Allah udh ksh kita kontrak
      Ditawarin hdp klo kuat ya hayoo klo ga ya udh dari bayi udh dibunuh si ibu
      Atau keguguran
      Lah semuany tertulis
      Allah itu tuhan ya sesukanya lah
      Dia pilih2 siapa surga siapa neraka
      Jd kesimpulamnya ya Allah ga adil lah bohoooong besar
      Toh dia buat takdir kita sebelum 50 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi
      Allah itu bohong adil

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reflexion Time : Setelah Setahun Bekerja

Goes To Bali & Lombok | It's Started

Touring Sulawesi Selatan (Part 1)