Renungan Filsafat
Problematika dalam
kehidupan manusia akan selalu ada. Seiring bergulirnya waktu, beragam pula
jenis-jenis permasalahan manusia. Berkembangnya peradaban, meningkatnya
kemampuan teknologi, bertambahnya jumlah individu juga berdampak pada tumbuh
berkembangnya problematika kehidupan. Banyaknya permasalahan menyadarkan pentingnya kemampuan berfilsafat
guna menyelesaikan permasalahan. Mengapa berfilsafat? Karena filsafat
mengajarkan manusia untuk lebih bijaksana, cermat menentukan sikap dan cerdas
dalam mengambil putusan. Kemampuan berfilsafat merupakan salah satu indicator
utama seseorang dapat menentukan sikap terbaik dalam menyelesaikan sebuah
problematika kehidupan.
Filsafat adalah
pemikiran akan segala sesuatu yang ada secara luas dan mendalam. Berfilsafat
berarti kegiatan memikirkan segala sesuatu yang ada secara luas dan mendalam.
Secara luas maksudnya memikirkan segala sesuatu secara menyeluruh
(komprehensif) dan objektif. Filsafat tidak memikirkan sesuatu secara terbatas
pada satu atau dua sudut pandang melainkan dengan semua sudut pandang yang ada.
Dengan memandang sebuah persoalan secara komprehensif dalam artian proses
pengambilan keputusan dilakukan tanpa berpihak dan objektif, maka kemungkinan untuk menentukan
sikap terbaik semaik besar. Meskipun dalam realitanya sikap semacam ini agak
mustahil dapat dilakukan, karena ketika seseorang hendak mengambil sebuah putusan
maka ia akan dihadapkan pada keharusan menetukan posisi (standing point) yang niscaya subjektif. Akan tetapi,
setidaknya dengan berpikir secara komprehensif dapat membantu seseorang untuk menentukan putusan yang terbaik dengan konsekuensi yang dapat ditanggung dirinya dan semua pihak.
setidaknya dengan berpikir secara komprehensif dapat membantu seseorang untuk menentukan putusan yang terbaik dengan konsekuensi yang dapat ditanggung dirinya dan semua pihak.
Adapun berpikir secara
mendalam, artinya memikirkan segala sesuatu hingga ke akar-akarnya (radikal)
atau sampai permasalahan esensi dan substansinya. Filsafat tidak hanya
memikirkan sesuatu sebatas permukaan yang nampak, namun juga hingga akar atau
substansi sesuatu tersebut. Setiap problematika memiliki akar, sebab dan pokok
persoalan. Dengan mengetahui akar sebuah permasalahan, maka kemungkinan untuk
menyelesaikannya akan menjadi lebih mudah.
Sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya bahwa filsafat adalah pemikiran akan segala sesuatu yang
ada, maka objek material dari filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Pengertian
“ada” menurut filsafat adalah “ada” secara indrawi, “ada” yang masih dalam pikiran, dan “ada”
yang berada dalam kemungkinan. Pengertian ini mengindikasikan bahwa tidak ada
yang namanya “tidak ada” dalam hidup ini. Ketika seseorang menyatakan bahwa
sesuatu itu tidak ada berdasarkan cerapan indrawinya, maka secara bersamaan
sesuatu itu telah menjadi “ada” di pikiran orang tersebut. Dengan demikian,
filsafat memiliki cakupan pembahasan yang sangat luas. Bahkan dapat dikatakan
bahwa tidak ada yang tidak termasuk sebagai cakupan pembahasan filsafat.
Dalam filsafat,
pembahasan “ada” dibagi menjadi dua, yaitu “ada” nya itu sendiri dan “ada”
secara khusus yaitu segala sesuatu yang ada. Pembahasan mengenai “ada” nya itu
sendiri secara umum, dikenal dengan istilah ontologi
yang secara sederhana dapat diartikan ilmu tentang ada. Pembahasannya tidak
jauh berbicara tentang apa yang dimaksud “ada”, bagaimana klasifikasi “ada” dan
sebagainya yang terkait hal “ada” secara umum. Sedangkan “ada” secara khusus
membahas segala sesuatu yang ada.
Ada di dunia ini,
secara umum semuanya adalah sesuatu yang sifatnya tidak kekal. Semua yang ada
di dunia ini yang terdeteksi oleh manusia senantiasa berubah, baik itu materinya
atau pun hanya bentuknya. Segala sesuatu memiliki permulaan dan akhir, dalam
artian mengalami proses dari “tidak ada” menjadi “ada” dan sebaliknya dari “ada”
menjadi “tidak ada”. Secara garis besar, “ada” ini dikelompokkan menjadi dua
yaitu manusia dan alam semesta. dalam filsafat, pembahasan mengenai alam
semesta dikenal dengan istilah kosmologi,
terkait bagaimana proses terjadinya alam, proses pergerakannya, konsep
ruang dan waktu, dan lain-lain. Adapun pembahasan tentang manusia dipecah
menjadi beberapa bagian. Pertama membahas tentang manusianya itu sendiri yang
dikenal dengan antropologi. Kedua adalah logika yang membahas tentang system
dan pola pikir manusia, silogisme dan sesat pikir. Ketiga adalah membahas
tentang tingkah laku manusia, baik dan buruk yang dikenal dengan etika. Selain
itu, terkadang juga ditambahkan dengan pembahasan terkait cerapan manusia dan
keindahan yakni estetika.
Ketika segala sesuatu
di dunia ini bersifat kekal dan niscaya serta mengalami perubahan, maka apakah
mungkin ada sesuatu yang kekal dan niscaya serta tidak mengalami perubahan. Dengan
kata lain, adakah “ada” yang merupakan negasi dari semua “ada” yang terikat
hukum perubahan. Pemikiran tentang “ada” yang niscaya dan kekal ini menjadi
cakupan pembahasan filsafat dalam teologi. Awal mulanya, belum ada bahasa yang
dapat mengungkapkan “ada” yang niscaya ini. Beragam upaya pemikiran dan
pemahaman yang dilakukan manusia akan keberadaan “ada” niscaya ini.
Diantaranya pemahaman bahwa “ada” niscaya ini wajib adanya dan merupakan sebab
awal terjadinya alam semesta yang tidak terikat dari system dan aturan yang
berlaku dalam alam semesta. Ada yang beranggapan bahwa segala sesuatu di dunia
ini menganut prinsip dualism, ketika ada siang maka harus ada malam begitu pun
ketika ada yang tidak niscaya maka harus ada yang niscaya. Selain itu, ada pula
yang beranggapan bahwa tidak ada “ada” niscaya di dunia ini, karena yang ada
itu hanyalah yang dapat tercerap oleh indra manusia. Bersamaan dengan
beragamnya pemikiran manusia terkait “ada” niscaya ini, timbul pula beragam
bahasa yang digunakan untuk menjelaskan “ada” niscaya ini. Ada yang menyebutnya
nous, akal budi, kebajikan, Tuhan dan lain lain.
Segala sesuatu terlahir
atau muncul disebabkan atau didorong oleh sebuah permasalahan. Sebuah ilmu
pengetahuan muncul atau lahir disebabkan oleh upaya untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.
Keingintahuan adalah permasalahan utama semua manusia. Sejak dilahirkan hingga
dikuburkan, semua manusia ditimpa permasalahan keingintahuan. Masalah
keingintahuan manusia akan makhluk hidup menyebabkan lahirnya ilmu biologi.
Masalah keingintahuan manusia akan permasalahan social manusia menyebabkan
lahirnya ilmu sosiologi. Begitu pun dengan filsafat yang lahir disebabkan upaya
manusia untuk mengatasi masalah keingintahuannya terhadap segala sesuatu secara
luas dan mendalam.
Berdasarkan data
sejarah, dapat ditemukan berbagai macam karya buatan manusia sebagai dampak
upaya mereka untuk meyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Bahkan tidak
jarang, karyanya selain bermanfaat bagi dirinya dan orang di masanya juga
bermanfaat bagi orang-orang yang ada di masa selanjutnya. Misalnya sebuah upaya
dari plato yang menyusun konsep “negara utopia” setelah melihat keadaan bangsa
dan tempat kelahirannya yang hampir habis ditelan peradaban akibat kerakusan
atas harta dan kekuasaan. Socrates yang senantiasa berkeliling dan berdiskusi
untuk mengubah pola pikir orang-orang yang konservatif, mistis dan hanya
berpikir berlandaskan materi dan kekuasaan. Prinsip dan karya-karya pemikiran
mereka bahkan masih dipergunakan dan diadopsi hingga saat ini.
Contoh lain dapat kita
lihat bagaimana upaya Karl Marx untuk menentang kapitalisme yang menyiksa dan
membuat bangsanya menderita. Sehingga akhirnya Karl marx melahirkan pemikiran
dan system sosialisme yang dampaknya untuk sementara dapat mengurangi beban masyarakat
saat itu. Selain itu, dapat kita lihat terjadinya Renaissance di eropa yang dipelopori para filsuf guna melepaskan
rakyat dari belenggu otorisasi gereja yang sama sekali tidak memberi kebebasan
bagi rakyat. Tidak terkecuali seorang filsuf, mereka berpikir, mengolah rasa,
dan berkarya dengan latar belakang tujuan menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi di masanya serta mengubah dan memperbaiki keadaan orang-orang yang
dicintainya.
Beragam permasalahan
menuntut kemampuan manusia yang beragam pula dalam menyelesaikannya.
Permasalahan yang berbeda belum tentu dapat diselesaikan dengan metode yang
sama, misalnya permasalahan ekonomi belum tentu dapat diselesaikan dengan
metode atau ilmu sosiologi. Sebuah permasalahan pun belum tentu dapat
diselesaikan dengan satu atau dua metode dan sudut pandang, misalnya
permasalahan pencurian sepeda belum
tentu dapat diselesaikan hanya dengan sudut pandang hukum tapi juga membutuhkan
sudut pandang lain seperti psikologi, ekonomi, social, budaya, pendidikan dini,
lingkungan, dan lain-lain. Penentukan sikap yang paling tepat dan kecerdasan
dalam mengambil putusan membutuhkan kemampuan melihat sebuah permasalahan
secara menyeluruh dan mendalam. Selain itu, dibutuhkan kemampuan menentukan
metode yang paling tepat dari semua metode yang ada untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan. Kemampuan-kemampuan ini dapat diperoleh dengan berfilsafat.
--- Renungan ini dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Filsafat yang diberikan Pak Mulia Ardi S.E.,S.Fil.,M.Fil ke Aunur Mahfud ---
Komentar
Posting Komentar