Soal No.3
“Don,
jawaban nomor tigamu donk!” Dengan suara berbisik dan penuh harap, Dani meminta
jawaban salah satu soal ujian mata kuliah Perilaku Organisasi yang tidak bisa
ia jawab kepada doni yang duduk tepat di depannya. Tapi nampaknya, Doni tidak
memberi respon, menjawab pun tidak. “Don, Don, jawaban yang nomor tiga donk!” Kembali
masih dengan penuh harap, Dani berbisik ke kawannya tersebut. Ia mengulangnya
berkali-kali, tapi tetap tidak ada reaksi dari Doni. Bahkan Dani Nampak lebih
cepat menggoreskan pena di kertas jawabannya. Sepertinya Doni tidak mendengar
suara Dani atau memang berpura-pura tidak mendengarnya.
“Dasar!
Kikir!” Dengan penuh umpat, Dani mengeluarkan luapan emosinya karena diacuhkan
oleh kawan se-kost-nya yang duduk tepat di depannya. Dani sangat yakin bahwa
Doni dapat mendengar suaranya, tapi karena emang si Doni tidak mau berbagi
jawaban sehingga pura-pura tidak mendengarnya. “Awas kamu ntar di kost” Kecam
Dani dalam hati.
Tanpa
berputus asa, Dani masih mencoba meminta jawaban ke teman-temannya yang lain yang
selama ini sering nongkrong bareng di
kampus. Kanan, kiri, depan, belakang bahkan yang duduk dalam lintasan diagonal
dengan kursinya pun ditanyainya. Namun tetap saja nihil. Mereka semua bagaikan
orang yang autis, yang tidak menghiraukan lingkungannya dan hanya asik dengan
dirinya sendiri. Dani sangat kesal, umpatan-umpatan pun mengalir deras dalam
hatinya meskipun ia sadar bahwa umpatan tersebut tidak akan menjadikannya
mendapatkan jawaban.
Waktu
terus berjalan. Durasi 100 menit yang menjadi waktu ujian kali ini telah
mencapai menit ke 60. Karena tidak mendapat respon dan bantuan apa pun dari
kawan-kawan yang nampak menghianatinya, akhirnya Dani mulai melangkahi jawaban nomor
3 dan mengerjakan soal-soal selanjutnya. Bersamaan dengan ucapan “waktu ujian
tinggal 10 menit lagi!” oleh pengawas, Dani pun berhasil menyelesaikan
jawaban-jawaban soal tersebut hingga akhir. Namun tetap saja soal nomor 3 belum
terjawab. Dani kini mencoba fokus ke soal nomor 3 dan membaca kembali soal
serta menganalisis jawaban apa yang diinginkan dari soal tersebut. Setelah
membaca soal tersebut kembali, tiba-tiba senyum menghiasi wajah Dani. Betapa
tidak, ternyata soal tersebut merupakan soal yang hanya membutuhkan jawaban
berdasarkan pendapat mahasiswa selaku penjawab. Jika berbicara pendapat, maka
Dani adalah jago nya. Selain dia
mengikuti organisasi kampus, dia juga sangat sering mengikuti diskusi-diskusi
mahasiswa yang sifatnya bertukar gagasan dan tanggapan terhadap sesuatu.
Ketergesaan dan tidak memahami soal secara benar membuat Dani di awal ujian
tidak mampu menjawab soal tersebut dan memutuskan untuk meminta jawaban dari
temannya yang lain. Setelah mengetahui
kenyataan dan keinginan dari soal tersebut, akhirnya hanya dalam waktu singkat
Dani mampu menyelesaikan soal nomor 3 tersebut dan juga menandakan bahwa Dani
telah menyelesaikan semua soal ujiannya.
“Waktu
ujian selesai, segera dikumpulkan lembar jawabannya dan lembar soal bisa dibawa
pulang!” Peringatan dan pemberitahuan dari pengawas tersebut menjadi tanda
berakhirnya ujian Perilaku Organisasi. Dani segera mengumpulkan lembar
jawabannya kemudian keluar kelas. Tanpa menyapa dan berbicara dengan
kawan-kawan yang saat ujian menghianatinya, Dani segera meluncur ke parkiran
motor dan kembali ke kostnya.
Selang
10 menit, Dani melihat Doni melintasi pintu kamarnya. Pintu kamar Dani memang
sengaja dibuka, selain untuk melancarkan sirkulasi udara di dalam kamarnya juga
untuk menanti kedatangan Doni. Doni pasti akan melewati depan pintu kamarnya,
karena kamar Doni berada tepat di sebelah kamar Dani. Yang jika dilihat dari
pintu utama kost, maka kamar Doni tepat setelah kamar Dani.
“Woi
Kikir! kenapa kamu tadi gak ngasih jawaban?” Tanpa berpikir panjang, sambil
membentak, Dani segera keluar kamar dan mendatangi Doni yang sedang mencoba
membuka pintu kamarnya. Doni terlihat kaget dengan bentakan tersebut,
sampai-sampai kunci yang seharusnya dimasukkan ke dalam lubang kusen pintu
kamarnya terjatuh. Setelah mengambil kembali kunci kamarnya yang terjatuh,
tanpa merespon bentakan Dani, Doni tiba-tiba melewati Dani dan memasuki kamar
Dani.
Karena
merasa diacuhkan dan malah dengan beraninya Doni masuk ke dalam kamarnya, Dani
langsung menyusul masuk ke dalam kamarnya hendak memukul Doni. Tetapi melihat
senyum di wajah kawannya, Dani menggagalkan rencananya untuk memukul Doni, dan
ikut duduk di ruangannya sendiri seperti Doni yang saat ini duduk tepat di
posisi Dani sebelum keluar kamar yang menghadap ke pintu. Dalam keadaan duduk,
Dani kembali menanyakan hal serupa, kenapa saat ujian tadi, Dani tidak
memberikan jawaban yang dimintanya, apakah Dani tadi berpura-pura tidak dengar
atau memang tidak dengar permintaannya.
“Tadi
itu aku denger kok pertanyaanmu, tapi aku yakin kamu sangat bisa menjawab
pertanyaan itu karena hanya menanyakan pendapat sedangkan kamu adalah ahlinya
dalam hal pendapat” Dengan pelan dan meyakinkan, Doni menjelaskan posisi dan
alasannya tidak memberi jawaban ke Dani saat ujian tadi. “Lalu gimana Dan, tadi
kamu bisa jawabkan?” Tanya Doni melanjutkan perkataannya ke Dani. “Iya sih, aku
tadi bisa menjawabnya” Jawab Dani setelah cukup lama diam dan tidak merespon
pertanyaan Doni. Selanjutnya percakapan pun berjalan lancar yang terkadang
dibumbui canda tawa seperti layaknya dua sahabat yang sedang dalam sebuah
perbicangan.
Tiba-tiba
gema suara adzan masjid terdengar, Doni pun mengajak kawannya tersebut untuk
shalat dzuhur berjamaah di masjid. Keduanya pun berangkat ke masjid bersama dan
melaksanakan shalat berjamaah. “Kamu memang benar-benar sahabat terbaikku Don!”
Kata Dani yang tiba-tiba memecahkan keheningan dalam perjalanan menuju masijid
untuk melaksanakan shalat berjamaah. “Kamu juga Dan!” Komentar Doni sambil
menggoreskan senyum di wajahnya.
Tulisan ini dalam rangka memenuhi tugas sebagai redatur pemula majalah SINTAKSIS LDF JAM FE UII yang menuliskan cerita pendek bertema "Ujian Kampus", Aunur Mahfud.
Komentar
Posting Komentar